Kota, Pati – Kebiasaan kepala desa yang melakukan penarikan pungutan pologoro kepada penjual tanah dan bangunan di desa termasuk tindak ilegal.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Riyanta, SH kepada mitrapost.com pada Kamis (5/4),
Dia juga menerangkan bahwa dasar hukum yang dibentuk oleh gubernur Jawa Tengah masa itu yaitu Pak Soepardjo Rustam telah melegalkan pologoro dengan surat edaran yang saat itu dikenai biaya maksimal 100 ribu rupiah. Tapi surat edaran tersebut sudah dicabut di era kepemimpinan Gubernur Suwardi. Meskipun begitu dengan adanya surat edaran, pungutan pologoro belum bisa dikatakan legal. “Pologoro itu termasuk pungli, karena pologoro tidak ada dasar hukumnya.” ungkapnya.
“Surat edaran bukan termasuk di dalam undang-undang, berarti otomatis dulu pungutan tersebut sudah ilegal, sayangnya sampai sekarang pungutan pologoro masih membudaya dan tidak ada koreksi oleh publik,” lanjut Riyanta, SH.
Untuk itu, ia menghimbau apabila ada warga yang mengetahui adanya tindak pidana harus segara melapor kepada penegak hukum dan seorang penjual/pembeli yang ditarik pologoro oleh oknum kepala desa atau perangkat desa hendaknya segera mengingatkan oknum tersebut bahwa tindakannya ini termasuk tindak korupsi, karena meskipun kerugiannya kecil dan kurang dari 1 milyar tapi hal tersebut dapat menimbulkan keresahan sosial yang besar. Bila dilakukan secara Nasional pologoro sudah memakan banyak korban dan bila dihitung dengan angka rupiah jumlahnya dapat mencapai triliyunan.
“Saya tidak bermaksud sentimen tapi hukum memang seperti itu, jadi kita harus bersama-sama menegakkan hukum dengan baik,” tuturnya lagi. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar